Alhamdulillah. I'm back to dropship. Do check out my igshop everyone! - Sun, 12/11/2023 -
Avatar
Avatar
Hi! (•◡•)
Welcome to District'15.
I'm the mistress, Farahin.
Jan '96 is my sacred date.
I think and feel too much.
So I write. Feel free to
navigate around. Thank you
for coming ya.
header

Cerita Pendek : Klise

Posted by ELFarahin | On April 02, 2020 | |
5 centimeters per second discovered by 「1 9 9 8 」

!! AMARAN !! AMARAN !! AMARAN !!
Penulisan ini mengandungi unsur trigger dan suicide thought.
Pembaca disarankan membaca dalam keadaan mental yang baik.
Terutamanya, kepada pesakit mental atau sesiapa sahaja yang
sedang mengalami kecelaruan mental yang serius ketika ini.


Tajuk : Klise
Jenis : Cerita Pendek Genre : Remaja, Depresi, Halusinasi Penulis : Adrenalin Putra @ Suju Elfarahin - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Klise 1 : Sabar. Klise 2 : Nak hidup bukan senang. Klise 3 : … Aku peduli apa. Sabar aku sudah hilang sabarnya. Sudah makan banyak tenaga dan masa. Nak hidup bukan senang. Betul. Jadi untuk apa lagi aku bersusah payah begini? Menangis banyak tapi air mata macam tak akan pernah habis. Sendu kuat tapi tetap tak dapat memulihkan semangat. Jadi kenapa aku perlu tetap di sini? Menghitung hari? Menunggu mati? Butir-butir kecil warna putih yang terletak di atas tapak tangan aku tenung tak berperasaan. Sebiji. Dua biji. Tiga biji. Sekali sehari. Setiap malam. Hidup. Sembuh. Mati. Lambat-laun pun tetap mati. Hidup. Kenapa aku perlu teruskan hidup sedang akhirnya tetap mati? Kenapa aku perlu lalui hidup yang begini? Aku rasa macam dah nak mati. Aku rasa nak mati. Aku nak mati. Segelas air minum jernih yang aku pegang di tangan satu lagi aku tenung juga. Tak berperasaan juga. Segelas tapi tak penuh pun. Mungkin dalam tiga per empat. Satu suku. Aku sama macam gelas. Gelas yang dah retak dan bocor. Isilah sebanyak mana pun air, aku tetap tak akan pernah penuh. Sikit-sikit air akan mengalir keluar dari celah-celah retakan lalu gelas pun kosong. Kosong. Aku rasa kosong. Aku rasa tenggelam tapi pada masa yang sama terapung. Sebiji. Dua biji. Tiga biji. Aku campakkan butir-butir putih ke dalam mulut. Berlaga ketiga-tiganya sementara tangan aku yang sebelah lagi membawa gelas dekat ke bibir yang pucat dan merekah kering. Gelas didongak. Air dituang. Aku meneguk. Rasa pahit mula larut dalam air jernih dan aku segera menelan kesemuanya sebelum rasa pahit semakin memualkan. Mual. Aku rasa nak muntahkan semuanya. Isi perut. Isi daging. Semuanya. Ubat dah siap telan. Gelas dah hampir kosong. Tapi hidup tetap macam ni. Mata dah penat menangis. Kepala sakit. Dada sempit. Nak hidup bukan senang. Nak hidup bukan senang. Nak hidup bukan senang. Sabar. Sabar. Sabar. Nafas pendek terhembus keluar berserta tawa yang cuma sesaat. Haha. Hahahahahahahahaha. Klise 3 : Tawa merawat duka. Tapi aku ketawa sebab sedang berduka. terluka. terseksa. Sebelah tangan menggenggam buku lima. Sebelah tangan pula mula rakus melempar gelas ke dada dinding yang sudah pudar warna. Bersepai kaca. Berkecah merata. Tajam. Tajam. Semuanya tajam. Baru kali ini pandangan mata mula berubah warna. Teruja. Suka. Puas. Serpihan kaca di atas lantai aku pandang lama. Seminit. Dua minit. Tiga minit. Dan seterusnya. Masa berlalu. Dunia berubah. Tapi aku? Aku saja yang rasa mengalah dan selalu kalah. Aku lelah. Buku lima semakin ketat. Mampat. Ada pedih mencucuk. Terasa basah. Darah mengalir. Merah. Kuku panjang. Tajam. Memang padanlah. Nafas pendek mengelus dada yang terasa sempit. Luka kecil masih tetap terasa pedih. Perlahan-lahan, sebak berhimpun di jiwa aku yang lara. Kolam mata berair lagi. Penuh. Tumpah. Setitis. Dua titis. Tiga titis. Dan seterusnya. Air mata mengalir laju. Sendu aku tahan dulu. Kenapa aku? Kenapa mesti aku? Kenapa dengan aku? Dalam raung tak berlagu, dalam sunyi yang merencahkan perasaan benci, ada tepukan halus di bahu. Mengelus lembut belakang aku. “Menangislah. Aku ada dengan kau. Selalu dengan kau. Tak kira apapun jadi. Kau ketawa, aku gembira. Kau menangis, aku tetap ada bersama. Aku janji.” Sendu mula meraung kera. Buas. Keras. Aku meraung, meraung, dan teruskan meraung. Janji. Janji dengan aku. Janji jangan tinggalkan aku. Sejam ke dua jam. Dua jam setengah. Air mata semakin kering. Sendu semakin hening. Raungan tak lagi membuat bising. Aku bangun dari duduk yang lama. Sumbang langkah. Lelah. Aku berhenti di depan cermin almari yang comot. Aku pun comot. “Janji.” Mata yang pedih mengerling pantulan yang ada di belakang aku. Tak ada apa. Kosong. Tapi aku tahu dia ada. Berjaga. Bersama. Tersandar di sisi almari, sebatang penyapu yang hampir botak. Aku capai. Aku pegang. Aku lalukan pada lantai. Aku sapu dan kumpul serpihan kaca sekelompok. Tajam. Tajam. Semuanya tajam. Sebelah tangan dah berhenti berdarah. Sebelah lagi… Aku bergesa ke bakul pakaian kotor dan mendapatkan beberapa helaian pakaian. Aku alas. Aku serkup. Aku buangkan serpihan kaca ke dalam bakul sampah sampai habis. Aku bungkus. Aku ikat plastik sampah dengan ketat. Lantai dah bersih. Ubat dah makan. Hidup aku tetap macam ni. Hidup aku memang macam ni. Hidup aku…hidup aku tak dipinta. Hidup aku menderita. Hina. Lara. Hidup aku tak ada siapa yang tahu dan faham macam mana. Hidup aku, orang peduli apa. Hidup aku tak sempurna. Cacat. Gila. Klise 4 : Aku orang gila. Aku peduli apa. - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Terima kasih sebab baca sampai habis ! Moganya fiksyen ini serba-serbi membantu dalam menambahkan pemahaman asas semua tentang sakit mental. Genap setahun sejak insiden Farahin cederakan diri. I was diagnosed with Major Depressive Disorder and now I am diagnosed with Bipolar Mood Disorder Type 2. Anyway, hello to April! This time I'm not too late. Lambat sehari je kan hehe. See you guys in later post okay. xoxo =)








5 comments:

ELFollowers

Check out and support my igshop @lomophoto.my @shopbyfarah.my

Powered by Blogger | Designed by ELFarahin